SRAGEN – Forum Komunikasi Pencak Silat Sragen (FKPSS) ketiga kalinya menggelar Festival Rampak Silat Kebhinekaan Sragen.
Festival yang dihadiri Bupati Sragen, Suroto, Forkopimda dan ribuan orang perwakilan dari 16 perguruan pencak silat se-Kabupaten Sragen itu digelar di Gedung Sasana Manggala Sukowati (SMS) Sragen, Sabtu (7/12/2024).
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, FKPSS tahun ini mengangkat cerita sosok Jaka Tingkir yang menjadi Sultan Pajang yang belajar silat di Butuh, Kecamatan Plupuh, Sragen.
Penokohan Jaka Tingkir yang belajar silat dengan Ki Ageng Butuh itu disajikan dalam bentuk drama sendratari kolosal sebagai pembuka Festival Rampak Silat tersebut.
Ketua FKPSS, Heru Agus Santosa menjelaskan pemilihan tema tahun ini berbeda dari tahun lalu, yakni tentang Perjuangan Seorang Pendekar untuk Meraih Sesuatu Sampai Puncak.
“Kalau tahun lalu, menggambarkan silat tematik tentang Pangeran Mangkubumi. Kemudian pada tahun sebelumnya mengangkat keberagaman 16 perguruan pencak silat yang tampil. Aneka pencak mereka tampilkan dengan ciri khas masing-masing perguruan. Kali ini, kami menyajikan hal yang berbeda, yaitu menampilkan drama semacan silat kolosal yang menggambarkan tentang perjuangan seorang pendekar Jaka Tingkir yang kelak menjadi Sultan Hadiwijaya di Pajang,” jelas Heru.
Pemilihan sosok Jaka Tingkir itu karena terkandung unsur sejarah bahwa Jaka Tingkir belajar silat dan menjadi pendekar di Butuh, tempat tinggalnya Ki Ageng Butuh.
Ia menyebut Butuh itu sebuah dukuh yang berada di wilayah Desa Gedongan, Kecamatan Plupuh, Sragen. Di dukuh itulah, jelas dia, sampai sekarang masih didapati Makam Ki Ageng Butuh. Selain itu, ada petilasan Jaka Tingkir lainnya di Sragen. Kedung Srengenge yang menjadi tempat pertarungan Jaka Tingkir dengan prajurit buaya itu juga berada di Sragen.
“Cerita-cerita itu yang dilestarikan bahwa sosok Jaka Tingkir itu milik Sragen. Selain itu masih banyak petilasan-petilasan lainnya di Sragen, seperti Pasar Tambak, dan seterusnya. Jadi akhirnya, festival rampak ini sengaja diadakan dalam kontek guyub rukun 16 perguruan. Intinya menyatukan unsur-unsur perguruan selalu guyub dan rukun, biar tidak ada konflik di Sragen, mengingat anggotanya banyak,” kata Heru.
Pendekatan budaya itu, lanjut Heru, sangat efektif untuk menyatukan 16 perguruan yang ada. Meskipun ada konflik hanya Pernik-pernik kecil yang bisa diantisipasi, tidak seperti 3-4 tahun lalu yang hampir selalu ada konflik di jalanan.
Tercatat ada lebih dari ratusan ribu orang yang tergabung pada 16 perguruan pencak silat di Sragen, Heru berharap bisa memberi warna dalam pembangunan di Bumi Sukowati. Termasuk menciptakan guyub rukun dan menjadikan Sragen lebih baik di masa mendatang.
Dengan FK wadah PSS ini, harapannya, kerukunan terus terjalin dan tidak ada kelahiran-gesekan yang berarti antar perguruan.
Pada kesempatan itu, Wakil Bupati, Suroto membacakan Perayaan Bupati Sragen, dr. Kusdinar Untung Yuni Sukowati. Dalam isi tertulis Berbagainya, Bupati menyampaikan Festival rampak silat itu menjadi wadah bersama untuk terjalinnya guyub rukun dan kerukunan antar perguruan pencak silat di Sragen yang anggotanya mencapai 100.000-an orang.
“Saya mengapresiasi kepada semua pihak yang berkontribusi, khususnya para pendekar dan perguruan silat. Mereka menjadi penjaga dan duta kebhinekaan yang mengajarkan nilai luhur, disiplin, kesetiaan, dan keberanian. Rampak silat ini sebagai momentum mempererat persaudaraan, baik antarindividu, antarperguruan maupun antarwarga Sragen,” ungkapnya.
Menurutnya, para pendekar dan perguruan silat bisa menjaga pencak silat sebagai warisan budaya agar hidup dan relevan di era modern. Mereka juga menanamkan nilai-nilai toleransi dan keberadaan di tengah keberagaman.
“Saya berharap acara ini dilaksanakan secara rutin dan menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk mengenang budaya,” pesan Bupati. []