SOLO-Namanya Bubur Samin khas Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan. Bubur ini menjadi menu takjil primadona yang selalu disiapkan selama Ramadan, oleh takmir Masjid Darussalam, Kelurahan Jayengan, Kecamatan Serengan.
Bubur Samin dibagikan kepada warga menjelang berbuka puasa tiba. Kegiatan itu sudah berlangsung sejak lama atau sekitar 1985 hingga sekarang. Takmir masjid menjadikan ini sebagai menu takjil gratis di masjid, tapi juga dibagikan.
Pantauan di lokasi, masyarakat mulai berduyun-duyun ke halaman masjid di Jalan Gatot Subroto Nomor 161 Jayengan menjelang masuk waktu salat Asar. Begitu jemaah salat di masjid selesai, pengurus takmir mulai membagikan bubur.
Tua, muda, dan anak-anak ikut mengantre dalam barisan. Mereka membawa rantang dan sejenisnya selama mengantre. Ratusan warga tersebut tertib menunggu giliran wadahnya diisi bubur.
“Setiap hari antre bubur. Bubur ini rasa rempahnya bikin kita ingin datang lagi,” tutur pengantre bubur Rita Dwi Wulandari asal Telukan, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, di lokasi.
Rasa bubur yang enak membuatnya tak lelah datang, meski harus antre panjang. Kali ini, ia mendapatkan bubur yang bisa dilahap untuk lima orang anggota keluarga, saat berbuka puasa tiba. Anak-anaknya pun selalu ketagihan makan bubur Samin.
“Kegiatan ini sangat membantu sekali, untuk orang-orang yang membutuhkan,” ucapnya.
Pengantre bubur Samin lain, Yamti asal Kelurahan Sangkrah, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, mengaku telah tiga kali ikut antre mendapatkan bubur Samin di halaman Masjid Darussalam.
“Enak, rasa saya rempahnya enak. Kenyang juga,” ucap Yamti, sembari menggendong anaknya.
Yamti siap mengantre bubur lagi besok, setelah menyelesaikan kesibukannya bekerja.
“Besok-besok mau antre lagi,” ungkap Yatmi.
Sementara itu, Ketua Takmir Masjid Darussalam, Muhammad Rosyidi Muchdor, menceritakan sejarah Bubur Samin khas Banjar, yang selalu dibagikan kepada masyarakat selama Ramadan di Masjid Darussalam.
Mulanya, banyak warga Banjar yang merantau di Solo sekitar 1980. Mereka bekerja di sektor perdagangan, seperti berdagang emas, permata, dan lainnya.
Kemudian, para perantau membeli tanah untuk dijadikan musala atau langgar. Setelah langgar berdiri, saat Ramadan disediakan menu berbuka puasa. Menunya khas dari Kalimantan.
“Yang menunya gonta-ganti ada bubur Banjar, lepet, tumis, masak kuning yang semuanya dari Kalimantan. Lama kelamaan masih untuk buka bersama, 1965 atas saran Takmir Masjid Darussalam bernama H Anang Sa’roni Bin Abdussamad itu menyatakan, bahwa yang patut untuk berbuka puasa adalah bubur Banjar Samin,” tuturnya.
Setiap kali buka puasa, kata Rosyidi, peminat bubur makin bertambah. Akhirnya, menu ini makin diburu. Tidak hanya warga muslim tapi juga nonmuslim.
Adapun untuk jumlah beras yang dipakai untuk bubur selalu bertambah. Dari tahun 1985 sekitar 15 kg beras per hari per pembuatan. Kemudian pada tahun 2014 menjadi 47 kg beras per hari. Bubur diramu dengan dicampur bumbu khas Kalimantan serta daging, dan sayuran.
Dari 47 kg beras itu, terangnya, bisa menjadi 250 porsi-1.300 porsi. Yang 200 porsi untuk takjil masjid guna berbuka puasa yang ditambah kopi susu, kurma, dan hidangan lainnya. Sedangkan lainnya dibagikan kepada masyarakat sebelum datang waktu buka.
“Dicoba-coba kita pakai 45 kg beras kok kurang, sampai sekarang akhirnya 47-48 kg beras,” imbuhnya.
Adapun dana untuk pembuatan bubur berasal dari alumnus Masjid Darussalam yang berada di daerah lain, seperti Singapura, Majenang, Yogyakarta, Tulungagung, Semarang, Karanganyar, dan Solo Raya.
“Yang dari Singapura memberi 1,5 ton beras, dari Pemkot Surakarta memberi 1,5 ton beras. Alhamdulillah, kita memutar dan dapat donasi,” pungkasnya. []