JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penahanan terhadap lima orang tersangka tindak pidana korupsi berupa suap yang diterima para Anggota DPRD Jambi periode 2014 s.d 2019 terkait pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2017-2018.
Para tersangka tersebut yaitu NU, ASHD, DL, MI, dan HI. Tersangka NU dan MI ditahan di Rutan KPK pada gedung ACLC; ASHD di Rutan KPK pada gedung Merah Putih; kemudian Tersangka DL dan HI di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
Pada perkara yang bermula dari kegiatan tangkap tangan ini, KPK telah menetapkan 52 orang sebagai tersangka. Dimana 24 orang diantaranya telah diputus bersalah oleh pengadilan dan berkekuatan hukum tetap.
Para Tersangka selaku Anggota DPRD Prov. Jambi periode 2014 s.d 2019 tersebut diduga meminta sejumlah uang ‘ketok palu’ kepada Zumi Zola, yang saat itu menjabat Gubernur Jambi, untuk pengesahan RAPBD Jambi TA 2017 dan 2018. Atas permintaan itu, Zumi Zola melalui orang kepercayaannya Paut Syakarin yang berprofesi sebagai pengusaha menyiapkan dana sejumlah sekitar Rp2,3 Miliar.
Mengenai pembagian uang “ketok palu” disesuaikan dengan posisi para Tersangka di DPRD, dengan besaran mulai dari Rp100 juta s.d Rp400 juta per-Anggota DPRD. Adapun besaran uang yang diterima Tersangka NU, ASHD, DL, MI, dan HI masing-masing sebesar Rp200 juta. Dengan pemberian uang dimaksud, selanjutnya RAPBD Jambi TA 2017 dan 2018 disahkan. Sebagai pengganti uang yang telah dikeluarkan Paut Syakarin, Zumi Zola memberikan beberapa proyek pekerjaan di Dinas PU Pemprov. Jambi kepadanya.
Atas perbuatan tersebut, para Tersangka disangkakan melanggar pasal 12 huruf (a) atau Pasal 11 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
KPK mengingatkan kepada para Tersangka lainnya untuk kooperatif hadir pada pemanggilan berikutnya oleh Tim Penyidik. Sehingga proses penegakan hukum indak pidana korupsi dapat berjalan secara efektif dan segera memberikan kepastian hukum bagi para pihak. []