MAKASSAR-Dunia pendidikan Indonesia kembali tercoreng oleh kasus kekerasan seksual. Seorang Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) dilaporkan melakukan pelecehan seksual terhadap belasan mahasiswinya. Pelaku melakukan hal tersebut selama periode 2023 hingga 2024, dengan modus diskusi akademis dengan mahasiswi saat di luar kampus.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Himmatul Aliyah menyampaikan keprihatinannya atas kejadian tersebut. Ia menilai kasus ini sangat mencoreng marwah dunia pendidikan, terlebih pelakunya merupakan seorang akademisi senior yang seharusnya menjadi panutan tidak hanya bagi mahasiswa, tetapi juga sesama akademisi.
“Kami merasa prihatin dan miris serta kecewa ya, karena dunia pendidikan ternyata masih diisi oleh hal-hal yang seperti ini. Padahal sudah ada aturan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang secara tegas memberikan landasan hukum untuk mereka agar tidak melakukan hal-hal yang melanggar aturan hukum tersebut,” ujar Himmatul di sela kunjungan kerja Komisi X DPR RI ke Makassar, Sulawesi Selatan, pada Kamis (10/4/2025).
Himmatul menekankan pentingnya memberikan efek jera kepada pelaku kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi. Ia menyebutkan bahwa sanksi tegas, termasuk pemecatan dan proses hukum, harus ditegakkan agar tidak ada toleransi terhadap tindakan amoral di dunia akademik.
“Ini sangat disesalkan, harus ada efek jera, harus ada sanksi hukum, pemecatan, karena tidak boleh dunia pendidikan diisi oleh mereka-mereka yang amoral,” tegas Himma.
Pihaknya juga menyoroti peran penting Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di perguruan tinggi. Dalam kasus ini, Satgas yang dibentuk berdasarkan mandat UU TPKS berperan penting dalam mendeteksi dan melaporkan dugaan pelanggaran, dan menindaklanjuti laporan tersebut sehingga pelaku dapat diproses secara hukum.
“Sebetulnya dengan adanya Undang-Undang TPKS ini kan juga sudah ada satgas-satgas dibentuk ya, satgas-satgas kekerasan seksual baik kekerasan secara fisik, verbal, dan bullying ataupun perundungan itu sudah ada satgasnya. Ini pun sebenarnya laporan dari satgas, sehingga hal ini segera cepat diketahui,” tambahnya.
Kasus ini kembali menjadi pengingat bahwa regulasi yang sudah ada harus diiringi dengan komitmen kuat dari institusi pendidikan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan berintegritas. Komisi X menyatakan akan terus mendorong pengawasan ketat terhadap pelaksanaan UU TPKS dan penguatan sistem pelaporan serta perlindungan korban di seluruh jenjang pendidikan. []