SOLO-Kejaksaan Agung menyita Benteng Vastenburg yang merupakan benteng peninggalan Belanda di Solo. Penyitaan dilakukan terkait kasus tindak pidana korupsi, pencucian uang yang dilakukan oleh terdakwa Benny Tjokrosaputro, Kamis (27/7/2023).
Beberapa papan berwarna merah muda terpasang dengan dua tiang penyangga di sejumlah titik di area Benteng yang dibangun tahun 1745 atas perintah Gubernur Jenderal Baron Van Imhoff.
Papan tersebut bertuliskan, ‘Tanah dan Bangunan Ini Beserta Isinya Telah Disita Eksekusi Oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat dan Akan Dilelang Oleh PPA Kejaksaan Agung RI’.
Selain itu, dalam tulisan tersebut juga tercantum tulisan Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Pengelolaan Keuangan dan Dana Investasi Oleh PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Atas Nama Terpidana Benny Tjokrosaputro.
Di bagian bawah terdapat tulisan pihak selaku penanggung jawab atas pemasangan papan itu yakni Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Jakpus).
Selain keterangan itu terdapat pula dasar-dasar hukum dilakukannya sita eksekusi Benteng Vastenburg oleh Kejari Jakpus. Seperti Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 2937 K/Pid.Sus/2021 tanggal 24 Agustus 2021 serta Surat Perintah Pencarian Harta Benda Milik Terpidana tanggal 29 September 2021.
Menurut Sukino (48), petugas kebersihan di lokasi, mengaku mengetahui papan penyitaan itu terpasang pada Rabu (26/7/20230, sekitar jam 11.00 WIB siang kemarin.
“Beberapa petugas tidak tau dari mana memasang papan berwarna merah muda.”katanya.
Namun terkait kasus apa Sukino mengaku tidak mengetahui, lantaran sedang bersih bersih di lokasi.
“Saya baru mengetahui prihal penyitaan terkait korupsi setelah membaca tulisan di papan-papan yang dipasang.”katanya.
Soal penyitaan tersebut, Sukono juga mengaku kaget, pasalnya selama ini Benteng tersebut kerap digunakan sebagai event budaya maupun kegiatan oleh Pemkot Solo.
Seperti diketahui, Benny Tjokrosaputro telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Terdakwa dijatuhkan pidana penjara seumur hidup, pidana tambahan untuk membayar uang pengganti kepada Negara sejumlah Rp6.078.500.000.000,- (enam triliun tujuh puluh delapan milyar lima ratus juta rupiah).
Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. []