SOLO–Sudah terdaftar sebagai kreditur konkuren lantaran bangkrut dan pembayaran bunganya juga telah diterima dua penggugat dalam kasus perdata, pengusaha percetakan di Solo, kini malah dihadapkan lagi dengan hukum pidana dalam kasus yang sama.
Cobaan bertubi-tubi terus diterima Andri Santoso, seorang lansia berusia 70 tahunan, warga Jebres, Solo, yang saat ini terpaksa menjalani dakwaan, lantaran belum mampu membayar tagihan hutang.
Andri yang juga pemilik PT Lani Santoso Setiaabdi, sebenarnya telah menjalin kerjasama bisnis dengan dua pengusaha bernama Lugito dan Franky Julianto Budhisedjati yang merupakan penggugat di awal tahun 2000an silam.
Selama menjalin kerjasama di bidang percetakan, tidak terjadi masalah sama sekali perihal pembayaran. Namun, saat pandemi Covid-19 menghantam di tahun 2020 lalu, masalah baru muncul.
Andri yang mengalami hantaman ekonomi, gagal membayar tunggakan pembayaran dengan nilai masing-masing kepada Lugito senilai Rp10,8 miliar. Sedangkan, kepada Franky senilai Rp4,4 miliar.
“Ini masalah hutang piutang (perdata-red) sebenarnya, bukan masalah pidana,” terang Penasehat Hukum terdakwa, Zainal Arifin saat ditemui wartawan di Pengadilan Negeri (PN) Kota Solo, Kamis (19/10/2023) siang.
Pihaknya merasa kaget, lantaran kasus ini dibawa ke ranah pidana dengan jeratan Pasal 374 KUHP atau penipuan. Menurutnya, kliennya telah melakukan pembayaran bunga kepada kedua penggugat, munculnya putusan gugatan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Kudus, adanya putusan PKPU dan adanya bukti pendaftaran kreditur konkuren (kreditur yang tidak memegang hak jaminan kebendaan, tetapi kreditur ini memiliki hak untuk menagih debitur berdasarkan perjanjian-red). Hal ini, telah terungkap secara gamblang dalam persidangan.
“Saya kaget, sebagai penasehat hukum. Apalagi, saya baru mendampingi saat kasus ini bergulir di persidangan. Saya menduga, dalam proses penyidikan yang dilakukan tidak muncul bukti-bukti tersebut. Padahal, sudah muncul putusan perdata dari PN Kudus. Sehingga, kenapa kasus ini justru mengarah ke ranah pidana. Disisi lain, klien kami juga telah membayar bunga dari besaran hutang dimiliki kepada dua penggugat itu,” jelasnya.
Pihaknya sangat menyayangkan, kasus itu mengarah ke pidana. Seharusnya, penyidik teliti dalam menyidik sebuah perkara. Ia meyakini, jika bukti kepailitan yang dimiliki kliennya itu terlampir disertai bukti pelengkap lainnya, maka berkas perkara tersebut akan gugur dan tidak sampai disidang di PN Kota Surakarta.
“Kasihan klien saya. Sudah berusia lanjut dan kondisinya sakit-sakitan. Untuk berjalan saja sudah tidak mampu dan harus berada di kursi roda. Apalagi kondisi ekonominya saat ini sudah bangkrut,” tandasnya.
Dirinya mendesak, agar kliennya dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Mengingat, dalam penyidikan yang dilakukan tidak disertai dengan bukti kepailitan.
“Termasuk, penggugat juga sudah mendaftarkan diri sebagai kreditur pailit. Artinya, penggugat sudah mengetahui jika klien saya ini bangkrut,” tandasnya.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU), dalam tanggapan pembelaan terdakwa (replik) menyebut, bahwa terdakwa memberikan sebanyak 25 lembar cek kepada penggugat dengan besaran tertentu. Namun, saat dicairkan untuk mendapatkan uang tersebut, malah tidak bisa.
“Cek yang diberikan dari terdakwa kosong,” tegas JPU, Titiek Maryani Agustine saat membacakan repliknya.
Sidang yang dipimpin oleh Majelis Hakim, Lucius Sunarno SH, MH ini akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda tanggapan dari pihak terdakwa atas replik dari JPU. []