SOLO-Rumah milik salah satu warga kampung Sambeng, Kelurahan Mangkubumen, Kecamatan Banjarsari, ternyata salah satu saksi sejarah peristiwa G30S/PKI. Bahkan sang pemilik sendiri tidak tahu jika tepat di lokasi rumahnya pernah menjadi tempat sembunyi pimpinan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Bangunan bercat hijau berlantai dua yang kini menjadi milik Nuri Andrianto (40) warga kampung kampung Sambeng, Kelurahan Mangkubumen, Rt 02/ Rw 02 Kecamatan Banjarsari, Solo, dahulunya merupakan tempat persembunyian pemimpin PKI yang bernama Dipa Nusantara Aidit atau dikenal dengan DN Aidit.
Dalam sejarah kelam bangsa Indonesia, DN Aidit merupakan tokoh antagonis atau dalang atas peristiwa kelam G30S/PKI.
Ditemui di teras rumah, sang pemilik Nuri Andrianto (40), mengaku jika dirinya membeli rumah itu pada tahun 2013 lalu.
“Saya saat membeli tidak tau jika rumah ini merupakan rumah sejarah, ya saya main kesini tau tau rumahnya mau dijual,”katanya.
Adriyanto baru mengetahui rumahnya pernah digunakan sebagai tempat persembunyian DN Aidit setelah mendengar informasi dari masyarakat sekitar, sebelum dibangun menjadi dua lantai.
“Perasaan saya ya biasa saja setelah tau rumah ini merupakan rumah sejarah,ya seperti rumah pribadi saja, bentuknya juga sudah berbeda dengan yang dulu. Saya beli ya sudah begini, “ungkap Andrianto, Jumat (29/9/2023).
Saat ditanya soal membeli rumah yang ditempatinya dengan harga berapa, Andiyanto enggan menjawab.
“Ya maaf mas, soalnya rumah ini juga mau saya jual, ya siapa yang mau membeli luasnya 161 meter dua lantai jadi totalnya 250 meter seharga 1,1 meter, nego,”terang Andrianto.
Terkait keinginan menjual rumahnya Andianto menampik jika keinginan itu ada
kaitanya soal pernah menjadi tempat persembunyian DN Aidit. Namun menurutnya hanya ingin bersih dari riba.
“Waktu corona kemarin, usaha kan naik turun, ada beberapa karyawan yang belum terpenuhi, otomatis kita spekulasi ke bank. Ya kalau rumah ini rumah sejarah kenapa pihak pemerintah darah tidak membeli saat masih model bangunan yang lama.biar bisa dijadikan sejarah,”ujar pria yang memiliki usaha penjualan parfum itu.
Menurut Andrianto, rumah yang lama dibangun sekitar tahun 2009, dimana menurutnya masih ada bangunan waktu itu.
“Karena modelnya rumah itu pendek dan di belakang rumah juga mau ambruk (roboh), ya saya bangun untuk mengantisipasi sesuatu yang tidak diinginkan,”katanya.
Menurut Wagino (71) Ketua Rw setempat, sebelum dibangun rumah itu berbentuk limasan yang terbuat dari kayu serta tembok kondisinya kurang sehat alias tidak terawat.
“Dulunya rumah itu milik Pak No yang berjualan kelapa di Pasar Legi. Namun nama lengkap No siapa, saya tidak begitu tahu dan kemudian dibeli Nuri Adrianto,”ujarnya.
Terkait rumah yang kini ditempati Adrianto, Wagino membenarkan jika menurut kabar dari warga pernah digunakan sebagai lokasi persembunyian DN Aidit sebelum ditangkap.
‘Ya cuma kabar burung saja, kalau soal berita yang khusus itu tidak ada. Jadi ya pernah denger. Soalnya saya bukan asli sini,”katanya.
Dari berbagai informasi yang dihimpun, rumah yang ditempati Andrianto dan keluarganya dulunya digunakan sebagai tempat persembunyian DN Aidit untuk melanjutkan pelariannya ke Madiun, usai pelarian panjang pasca peristiwa 30 september 1965.
Sekitar pukul 03.00 WIB aparat militer berhasil mengepung rumah tersebut, untuk menangkap DN Aidit. Mereka menggeledah seluruh isi dalam rumah, dan akhirnya berhasil menangkap DN Aidit yang bersembunyi di belakang lemari dalam ruangan rumahnya. []