SUKOHARJO-Kerajinan border sulam manual saat ini mengalami krisis generasi hal ini terjadi karena generasi muda enggan untuk menekuni usaha ini. Meski dari sisi penghasilan sebenarnya tak kalah dengan gaji UMR di sebuah perusahaan.
Hal inilah yang diungkapkan oleh Sutarnodiharjo pengusaha border sulam asal dukuh Jengkangan RT 1 RW 4 Parangjoro, Kecamatan Grogol.
Perajin border yang mendirikan usahanya pada tahun 1980 tersebut mengaku prihatin dengan tidak adanya ketertarikan generasi muda saat ini untuk menekuni dan melestarikan usaha border sulam.
“Saya juga prihatin karena generasi muda saat ini tidak ada yang tertarik untuk meneruskan usaha ini.Zaman dulu padahal saya kalau belajar harus membayar, anehnya saat ini anak muda diajari gratispun tidak ada yang tertarik. Tidak tahu apa karena tidak telaten dan sabar, karena butuh ketelitian,”ujarnya, Senin (4/9/2023).
Hingga saat ini Sutarno mampu memberikan pekerjaan kepada tetangga sekitar untuk berkarya. Ada 12 karyawan yang membantu sesuai dengan kemampuannya mulai dari sulam hingga menjahit.
Border sulam yang dibuat meliputi pembuatan vandel drumband, panji-paji dan juga baju pengantin. Penjualan produk tersebut dikirim ke ke Yogyakarta khususnya perias manten namun juga ada ke daerah Semarang, pemalang, Surabaya serta Jakarta.
Dalam pembuatannya pun memakan berapa minggu hingga bulan sehingga wajar harga jualnyapun cukup mahal.
“Vandel sendiri lama produksinya 2 minggu dihargai 7.5 hingga 8.5 juta kalau baju penganten yang bagus satu bulan dari 9.5 juta hingga 12. 5 juta satu pasang,”tambahnya.
Dalam sebulan Sutarno mampu meproduksi hingga 10 baju, baginya itu sudah bersyukur karena dulunya dia seorang buruh.
Dalam pembuatan karya tersebut tidak ada kendala, hanya terkait pengiriman bahan yang kadang agak telad.
Terakhir Sutarno bercita-cita agar usahanya terus berkembang dan mampu diteruskan oleh para generesi muda. []